Mengingat betapa besarnya peranan dari auditor eksternal
yang merupakan sang penjaga kepentingan publik tersebut, dibutuhkan standar dan
etika untuk menjamin kepercayan masyarakat. Berprofesi sebagai akuntan publik ,
prilaku professional sangatlah diperlukan. Sebab dengan profesionalisme yang
tinggi kebebasan auditor akan semakin terjamin. Selain itu dengan prilaku profesionalisme
akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan.
Suharto (1991:45) menyatakan bahwa profesional
lebih mengisyaratkan suatu keadaan pada pekerjaan komitmen pada kualitas, dedikasi
pada kepentingan klien dan keinginan yang tulus membantu permasalahan yang
dihadapi klien. Namun, beberapa tahun terakhir banyak ucapan-ucapan pedas yang
dilontarkan masyarakat terhadap profesi ini. Pada intinya, ucapan-ucapan itu
sangat mendiskreditkan pfofesi akuntan publik selaku penjaga kepentingan
publik. Diantara ucapan tersebut disampaikan oleh Indonesian Coruption Wacth
(ICW). ICW mengatakan bahwa tidak profesional dalam menjalankan tugasnya.
Ucapan ICW ini tentunya tidak asal “ngomong”
saja, melainkan berdasarkan fakta dan bukti yang ada dilapanngan. Misalkan saja kasus ketika 10 KAP mengaudit 38 Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU). Dimana ketika itu mereka memberikan opini audit yang sulit dipertanggungjawabkan. Sekedar mengingatkan kertas kerja kesepuluh KAP tersebut memberikan penilaian wajar tanpa syarat (yang merupakan kriteria tertinggi dalam opini yang diberikan auditor) terhadap laporan keuangan BBKU. Tapi belakangan terbukti bahwa kondisi mereka amburadul dan akhirnya harus dilikuidasi.
saja, melainkan berdasarkan fakta dan bukti yang ada dilapanngan. Misalkan saja kasus ketika 10 KAP mengaudit 38 Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU). Dimana ketika itu mereka memberikan opini audit yang sulit dipertanggungjawabkan. Sekedar mengingatkan kertas kerja kesepuluh KAP tersebut memberikan penilaian wajar tanpa syarat (yang merupakan kriteria tertinggi dalam opini yang diberikan auditor) terhadap laporan keuangan BBKU. Tapi belakangan terbukti bahwa kondisi mereka amburadul dan akhirnya harus dilikuidasi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Soedarjono, mantan
orang nomor satu di BPKP. Beliau mengatakan “hasil audit akuntan publik
terhadap perbankan yang sebelumnya tidak menemukan apa-apa, tapi setelah masuk
akuntan asing untuk memeriksa, ditemukan segudang masalah” (Media Akuntansi no.
1/Thn.1/1999).
Dari pernyatan Soedarjono diatas jelas bahwa ketika
akuntan asing menemukan adanya segudang masalah, tampak adanya sesuatu yang
tidak dimiliki akuntan kita dalam mengaudit sehingga tidak ditemukan adanya
masalah, yang selanjutnya tidak diperoleh keyakinan bahwa tidak terdapat
masalah yang secara material mempengaruhi opini khususnya dalam hal kecurangan.
Karena meurut SA Seksi 316 paragraf 10 memang dinyatakan terdapat kesulitan
dalam memperoleh keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan bebas
dari salah saji yang material yang disebabkan oleh kecurangan. Hal ini
disebabkan karena memang sifat yang disembunyikan sehingga rata-rata perusahaan
yang ketahuan bermasalah parah adalah
perusahaan yang berkaitan dengan kecurangan.
perusahaan yang berkaitan dengan kecurangan.
Beberapa ucapan pedas diatas mungkin bisa dibenarkan
dan juga bisa disalahkan. Semua itu
tergantung paradigma kita semua. Jika kita lihat dari tujuan audit, dalam hal ini adalah general audit maka auditor bisa dikatakan tidak bersalah. Karena jelas, tujuan general audit hanya sekedar memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan, bukan untuk menemukan kecurangan. Namun jika kita kaji lebih dalam, auditor bisa saja disalahkan. Diantaranya dengan melihat isi dari Statement of Auditing Standard No. 01 bahwa “auditor memiliki tanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh tingkat keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan itu telah terbebas dari kesalahan penyajian yang material,
baik disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan. Karena sifat bukti audit dan berbagai karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh tingkat
keyakinan, walaupun tidak mutlak, bahwa kesalahan penyajian yang material dapat dideteksi....”
tergantung paradigma kita semua. Jika kita lihat dari tujuan audit, dalam hal ini adalah general audit maka auditor bisa dikatakan tidak bersalah. Karena jelas, tujuan general audit hanya sekedar memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan, bukan untuk menemukan kecurangan. Namun jika kita kaji lebih dalam, auditor bisa saja disalahkan. Diantaranya dengan melihat isi dari Statement of Auditing Standard No. 01 bahwa “auditor memiliki tanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh tingkat keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan itu telah terbebas dari kesalahan penyajian yang material,
baik disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan. Karena sifat bukti audit dan berbagai karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh tingkat
keyakinan, walaupun tidak mutlak, bahwa kesalahan penyajian yang material dapat dideteksi....”
Analisis MENGENAI ARTIKEL DI ATAS : Dari semua
yang telah diuraikan diatas, terlihat
bahwa kecurangan laporan keuangan adalah suatu tindakan melawan hukum yang dapat merugikan orang lain dan bahkan negara sekalipun. Oleh karena itu sudah selayaknya tindakan kecurangan harus dicegah oleh siapapun juga. Namun, sebenarnya yang paling dominan untuk melakukan hal tersbut adalah pihak dalam perusahaan itu sendiri. Karena merekalah yang mengerti dan ikut secara langsung dalam aktivitas perusahaan. Untuk itulah diperlukan sosok pimpinan yang bisa mengakomodir itu semua. Sosok pimpinan yang anti kecurangan yang bisa
menjaga amanah yang telah diembankan kepadanya. Dengan memiliki pimpinan seperti itu, maka ia akan bisa menerapkan langkah-langkah yang diuraikan diatas untuk mencegah terjadinya kecurangan. Kemudian fungsi auditor eksternal hanya sekedar memastikan bahwa laporan keuangan yang disajikan manajemen benar-benar wajar dan dapat diandalkan. Karena sesuai dengan fungsinya bahwa auditor eksternal hanya sekedar memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan. Kata “wajar” disini mempunyai makna bebas dari keragu-raguan dan ketidakjujuran serta lengkap informasinya. Untuk bisa menjamin kepentingan publik dan untuk mengeluarkan kata “wajar” tersebut maka sikap profesionalisme merupakan syarat utama untuk menjadi auditor eksternal. Karena dengan profesinalisme-lah ia bisa menjalankan amanah yang diembankan kepadanya.
bahwa kecurangan laporan keuangan adalah suatu tindakan melawan hukum yang dapat merugikan orang lain dan bahkan negara sekalipun. Oleh karena itu sudah selayaknya tindakan kecurangan harus dicegah oleh siapapun juga. Namun, sebenarnya yang paling dominan untuk melakukan hal tersbut adalah pihak dalam perusahaan itu sendiri. Karena merekalah yang mengerti dan ikut secara langsung dalam aktivitas perusahaan. Untuk itulah diperlukan sosok pimpinan yang bisa mengakomodir itu semua. Sosok pimpinan yang anti kecurangan yang bisa
menjaga amanah yang telah diembankan kepadanya. Dengan memiliki pimpinan seperti itu, maka ia akan bisa menerapkan langkah-langkah yang diuraikan diatas untuk mencegah terjadinya kecurangan. Kemudian fungsi auditor eksternal hanya sekedar memastikan bahwa laporan keuangan yang disajikan manajemen benar-benar wajar dan dapat diandalkan. Karena sesuai dengan fungsinya bahwa auditor eksternal hanya sekedar memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan. Kata “wajar” disini mempunyai makna bebas dari keragu-raguan dan ketidakjujuran serta lengkap informasinya. Untuk bisa menjamin kepentingan publik dan untuk mengeluarkan kata “wajar” tersebut maka sikap profesionalisme merupakan syarat utama untuk menjadi auditor eksternal. Karena dengan profesinalisme-lah ia bisa menjalankan amanah yang diembankan kepadanya.
Sumber:
nurlaellasari.blogspot.in/?m=1
http://mikhaanitaria.blogspot.com/2010/11/etika-dalam-akuntansi-creative.html
nurlaellasari.blogspot.in/?m=1
http://mikhaanitaria.blogspot.com/2010/11/etika-dalam-akuntansi-creative.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar